Senin, 07 Oktober 2019

BUDAYA DALAM ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar belakang
Manusia memiliki kecenderungan untuk berbudaya. Manusia mempunyai akal-pikiran dan mempunyai sistem pengetahuan yang digunakan untuk menafsirkan berbagai gejala serta simbol-simbol agama. Pemahaman manusia sangat terbatas dan tidak mampu mencapai hakekat dari ayat-ayat dalam kitab suci agama. Mereka hanya dapat menafsirkan ayat-ayat suci tersebut sesuai dengan kemampuan yang ada.
Manusia diberikan kemampuan dan kebebasan untuk berkarya, berpikir dan menciptakan suatu kebudayaan. Budaya merupakan hasil karya manusia. Sedang agama adalah pemberian Allah untuk kemaslahatan manusia itu sendiri. Yaitu suatu pemberian Allah kepada manusia untuk mengarahkan dan mempunyai nilai positif dan mengangkat harkat manusia. Manusia dituntut  menggunakan pikiran untuk mengolah alam dunia ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan manusia.
Agama dan budaya memiliki keeratan satu sama lain, sering kali banyak di salah artikan oleh orang–orang yang belum memahami bagaimana menempatkan posisi Agam dan posisi Budaya pada suatu kehidupan. Kita  masih sering menyaksikan adanya segelintir masyarakat yang mencampur adukkan nilai – nilai agama dengan nilai – nilai budaya yang padahal kedua hal tersebut tentu saja tidak dapat seratus persen disamakan, bahkan mungkin berlawanan. Demi terjaganya nilai – nilai agama dan memberi pengertian serta menjelaskan hubungan antara Islam dan Kebudayaan, disini penulis hendak mengulas mengenai agama (khususnya Islam) dan Kebudayaan , yang tersusun berbentuk makalah dengan judul “Budaya dalam pandangan islam”. Kami berharap apa yang diulas, nanti dapat menjadi panduan pembaca dalam mengaplikasikan dalam kehidupan sehari hari yang berkaitan dengan Islam dan Kebudayaan.



B.  RUMUSAN MASALAH :
1.    Apa pengertian islam dan kebudayaan ?
2.    Apa saja prinsip- prinsip kebudayaan dalam islam ?
3.    Bagaimana hubungan islam dengan kebudayaan?

C.  TUJUAN PEMBAHASAN :
1.    Untuk mengetahui pengertian islam dan kebudayaan
2.    Untuk mengetahui prinsip- prinsip kebudayaan dalam islam
3.    Untuk mengetahui hubungan islam dengan kebudayaan
.

















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Islam dan Kebudayaan.
Pengertian Islam bisa kita bedah dari dua aspek, yaitu aspek kebahasaan dan aspek peristilahan. Dari segi kebahasaan, Islam berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata salima yang mengandung arti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata salima selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian.[1] Oleh sebab itu orang yang berserah diri, patuh, dan taat kepada Allah swt. disebut sebagai orang Muslim.
Dari uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kata Islam dari segi kebahasaan mengandung arti patuh, tunduk, taat, dan berserah diri kepada Allah swt. dalam upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Hal itu dilakukan atas kesadaran dan kemauan diri sendiri, bukan paksaan atau berpura-pura, melainkan sebagai panggilan dari fitrah dirinya sebagai makhluk yang sejak dalam kandungan telah menyatakan patuh dan tunduk kepada Allah.[2]
Adapun pengertian Islam menurut istilah (Islam sebagai agama) adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad saw. sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran dalam semua aspek kehidupan.
Berdasarkan keterangan tersebut, Islam menurut istilah mengacu kepada agama yang bersumber pada wahyu yang datang dari Allah SWT, bukan berasal dari manusia/Nabi Muhammad saw. Posisi Nabi dalam agama Islam diakui sebagai orang yang ditugasi Allah untuk menyebarkan ajaran Islam tersebut kepada umat manusia. Dalam proses penyebaran agama Islam, nabi terlibat dalam memberi keterangan, penjelasan, uraian, dan tata cara ibadahnya. Keterlibatan nabi ini pun berada dalam bimbingan wahyu Allah swt.
Sedangkan kebudayaan ditinjau dari sudut Bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari bahasa Sansakerta “Buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Pendapat lain megatakan juga bahwa kata budaya adalah sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budidaya, yang mempunyai arti “daya” dan “budi”. Karena itu mereka membedakan antara budaya dan kebudayaan. Sedangkan budaya sendiri adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa, rasa dan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa tersebut.[3]
Definisi yang lainnya dikemukakan oleh Koentjoreningrat, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.[4]
Endang Saifuddin Anshari, merumuskan bahwa ‘kebudayaan (kultur) adalah hasil karya cipta (pengolahan, pengerahan, dan pengarahan terhadap alam oleh)  manusia dengan kekuatan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan,dll) dan raganya, yang menyatakan diri dalam berbagai kehidupan dan penghidupan manusia,sebagai jawaban atas segala tantangan, tuntutan dan dorongan dari intra diri manusia dan ekstra diri manusia, menuju ke arah terwujudnya kebahagian dan kesejahteraan (spiritual dan material) manusia, baik individu maupun masyarakat, ataupun individu dan masyarakat.[5]
Memahami penjelasan diatas, dapat dipahami bahwa Islam merupakan suatu agama yang bersumber dari Allah SWT yang ajaran-ajarannya diwahyukan kepada  Nabi Muhammad SAW , sedangkan Budaya merupakan keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang di hasilkan dari cipta, rasa dan karsa manusia.

B.     Hubungan Islam dengan kebudayaan
Sebagian ahli kebudayaan memandang bahwa kecenderungan untuk berbudaya merupakan dinamik ilahi. Bahkan menurut Hegel, keseluruhan karya sadar insani yang berupa ilmu, tata hukum, tatanegara, kesenian, dan filsafat tak lain daripada proses realisasidiri dari roh ilahi. Sebaliknya sebagian ahli, seperti Pater Jan Bakker, dalam bukunya “Filsafat Kebudayaan” menyatakan bahwa tidak ada hubungannya antara agama dan budaya, karena menurutnya, bahwa agama merupakan keyakinan hidup rohaninya pemeluknya, sebagai jawaban atas panggilan ilahi. Keyakinan ini disebut Iman, dan Iman merupakan pemberian dari Tuhan, sedang kebudayaan merupakan karya manusia. Sehingga keduanya tidak bisa ditemukan. Adapun menurut para ahli Antropologi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Drs. Heddy S. A. Putra, MA bahwa agama merupakan salah satu unsur kebudayaan. Hal itu, karena para ahli Antropologi mengatakan bahwa manusia mempunyai akal-pikiran dan mempunyai sistem pengetahuan yang digunakan untuk menafsirkan berbagai gejala serta simbol-simbol agama. Pemahaman manusia sangat terbatas dan tidak mampu mencapai hakekat dari ayat-ayat dalam kitab suci masing- masing agama. Mereka hanya dapat menafsirkan ayat-ayat suci tersebut sesuai dengan kemampuan yang ada.[6]
Para ahli kebudayaan mempunyai pendapat yang berbeda di dalam memandang hubungan antara agama dan kebudayaan.[7]
a)    Kelompok pertama menganggap bahwa Agama merupakan sumber kebudayaaan atau dengan kata lain bahwa kebudayaan merupakan bentuk nyata dari agama itu sendiri. Pendapat ini diwakili oleh Hegel.
b)    Kelompok kedua, yang di wakili oleh Pater Jan Bakker, menganggap bahwa kebudayaan tidak ada hubungannya sama sekali dengan agama.
c)     kelompok ketiga, yeng menganggap bahwa agama merupakan bagian dari kebudayaan itu sendiri.
Seperti yang dijelaskan diatas bahwa ajaran Islam pun juga mendorong manusia untuk berbudaya.  Akan tetapi sebelum Islam datang, sudah ada kebudayaan yang telah berkembang sebelumnya. Dan tentunya kebudayaan tersebut ada yang mengandung kebaikan dan ada yang mengandung keburukan atau kebatilan. Mengapa dikatakan begitu?  Karena pada dasarnya akal manusia mampu untuk mengenali atau mengidentifikasi mana hal yang baik dan mana hal yang buruk.
Adat istiadat dan tradisi ada kalanya  yang dapat mewujudkan kebaikan bagi umat manusia pada salah satu sisi kehidupan manusia,  yang tidak ada nash agamanya, kecuali pengarahan terhadap tujuan yang umum. Ketika itulah peran akal melakukan ijtihat untuk mencari kehendak ilahi, dalam segala hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Mungkin bisa dikatakan bahwa adat istiadat atau kebudayaan ataupun tradisi yang kebaikannya Nampak (mengandung kebaikan) adalah kehendak Ilahi.;ia dapat dianggap sebagai hukum agama yang disandingkan dengan tatanan agama secara menyeluruh, meliputi berbagai bidang kehidupan. Pada saat itulah kenyataan hidup berperan dalam memahami agama berdasarkan tradisi yang baik. Ia dianggap sebagai bagian agama  ketika tidak ada nash yang berkaitan dengannya, dan ketika tidak bertentangan dengan nash yang ada.[8]
Islam dan kebudayaan memiliki keterkaitan antara yang satu dengan yang lain. Ajaran islam memberikan aturan-aturan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT, sedangkan kebudayaan adalah realitas keberagamaan umat Islam tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa wujud nyata dari pengamalan ajaran agama islam itu mampu dilihat dari kebudayaan dan kehidupan nyata para pemeluk agama Islam tersebut.
            Kebudayaan dapat pula digunakan untuk memahami agama yang terdapat pada tataran agama yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala di masyarakat. Pengamalan agama yang terdapat di masyarakat tersebut adalah hasil penalaran para penganut agama dari sumber agama yaitu wahyu. Salah satu contohnya yaitu ketika kita membaca kitab fiqih, kitab fiqih tersebut merupakan pelaksanaan dari nash Al-quran maupun hadist yang melibatkan penalaran dan kemampuan manusia. Pelaksanaan fiqih dalam kehidupan sehari-hari itu berkaitan dengan kebudayaan yang berkembang di masyarakat tempat agama tersebut berkembang. Dengan pemahaman terhadap kebudayaan tersebut seseorang akan dapat mangamalkan ajaran agama tersebut.
            Misalnya dalam kebudayaan berpakaian, bergaul, bermasyarakat dan sebagainya. Unsur agama ikut berinteraksi dalam kebudayaan tersebut. Pakaian model jilbab, kebaya dapat dijimpai dalam pengamalan agama. Sebaliknya tanpa adanya unsur budaya, maka agama akan sulit dilihat sosoknya secara jelas.


C.    Konsep Kebudayan dalam Islam
Secara umum kebudayaan dapat dipahami sebagai hasil olah akal, budi, citarasa, karsa, dan karya manusia. Kebudayaan adalah hasil olah akal, budi, ciptarasa, karsa dan karya manusia yang tidak lepas dari nilai-nilai kebutuhan. Hasil olah akal, budi, rasa dan karsa yang telah terealisasi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang universal berkembang menjadi sebuah peradaban. Agama berfungsi untuk membimbing manusia dalam mengembangkan akal budinya sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab atau peradaban Islam.
Allah mengangkat seorang Rasul dari jenis manusia karena yang akan menjadi sasaran bimbingannya adalah umat manusia. Oleh sebab itu misi Muhammad diangkat sebagai Rasul adalah menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia dan alam. Mengawali tugas kerasulannya, Nabi meletakan dasardasar kebudayaan Islam yang kemudian berkembang menjadi peradaban Islam. Ketika dakwah Islam keluar dan jazirah Arab, kemudian tersebar keseluruh dunia, maka terjadilah suatu proses panjang dan rumit, yaitu asimilasi budaya-budaya setempat dengan nilai-nilai Islam yang kemudian menghasilkan kebudayaan Islam. Kebudayaan ini berkembang menjadi suatu peradaban yang diakui kebenarannya secara universal.
Banyak pandangan yang menyatakan agama merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi tak sedikit pula yang menyatakan kebudayaan merupakan hasil dari agama. Hal ini seringkali membingungkan ketika kita harus meletakan agama (Islam) dalam konteks kehidupan kita sehari-hari.  Koentjaraningrat misalnya, mengartikan kebudayaan sebagai keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karya. Ia juga menyatakan bahwa terdapat unsur-unsur universal yang terdapat dalam semua kebudayaan yaitu, salah satunya adalah system religi. Pandangan di atas, menyatakan bahwa agama merupakan bagian dari kebudayaan.
Dengan demikian, agama (menurut pendapat di atas) merupakan gagasan dan karya manusia. Bahkan lebih jauh Koentjaraningrat menyatakan bahwa unsur-unsur kebudayaan tersebut dapat berubah dan agama merupakan unsur yang paling sukar untuk berubah. Ketika Islam diterjemahkan sebagai agama (religi) berdasar pandangan diatas, maka Islam merupakan hasil dari keseluruhan gagasan dan karya manusia. Islam pun dapat pula berubah jika bersentuhan dengan peradaban lain dalam sejarah. Islam lahir dalam sebuah kebudayaan dan berkembang (berubah) dalam sejarah. Islam merupakan produkkebudayaan. Islam tidaklah datang dari langit, ia berproses dalam sejarah.
Menurut Amer Al-Roubai, Islam bukanlah hasil dari produk budaya Akan tetapi Islam justru membangun sebuah budaya, sebuah peradaban. Peradaban yang berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah Nabi tersebut dinamakan peradaban Islam.

D.    Prinsip- prinsip kebudayaan dalam islam
Islam, datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah datang untuk menghancurkan budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang yang tidak bermanfaat dan membawa madlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.
Prinsip semacam ini, sebenarnya telah menjiwai isi Undang-undang Dasar Negara Indonesia, pasal 32, walaupun secara praktik dan perinciannya terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat menyolok. Dalam penjelasan UUD pasal 32, disebutkan : “ Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Idonesia “.
Dari situ, Islam telah membagi budaya menjadi tiga macam :
1.    Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam.
seperti ; kadar besar kecilnya mahar dalam pernikahan, di dalam masyarakat Aceh, umpamanya, keluarga wanita biasanya, menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas.
2.    Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam.
Contoh yang paling jelas, adalah tradisi Jahiliyah yang melakukan ibadah haji dengan cara-cara yang bertentangan dengan ajaran Islam , seperti lafadh “ talbiyah “ yang sarat dengan kesyirikan, thowaf di Ka’bah dengan telanjang.
3.    Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam.
Seperti, budaya “ ngaben “ yang dilakukan oleh masyarakat Bali.

E.     Nilai-nilai Islam dalam Budaya Indonesia
Islam masuk ke Indonesia lengkap dengan budayanya, Karena Islam besar dari negeri Arab, maka Islam yang amsuk ke Indonesia tidak terlepas dari budaya Arabnya. Pada awal - awal masuknya dakwah Islam ke Indonesia dirasakan sangat sulit membedakan mana ajaran Islam mana budaya Arab.
Masyarakat awam menyamakan perilaku yang ditampilkan oleh orang Arab dengan perilaku ajaran Islam. Seolah-olah apa yang dilakukan oleh orang Arab itu semuanya mencerminkan ajaran Islam, bahkan hingga kini budaya Arab masih melekat pada tradisi masyarakat Indonesia. Dalam perkembangan dakwah Islam di indonesia, para da’i mendakwahkan ajaran Islam melalui bahasa budaya, sebagaimana dilakukan oleh para wali ditanah Jawa. Karena kehebatan para wali Allah dalam mengemas ajaran Islam dengan bahasa budaya setempat, sehingga masyarakat tidak sadar bahwa nilai-nilai Islam telah masuk dan menjadi tradisi dalam kehidupan sehari-hari mereka. Lebih jauh lagi bahwa nilai-nilai Islam sudah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan mereka. Seperti dalam upacara-upacara adat dan dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Bahasa Al qur’an/Arab sudah banyak masuk ke dalam bahasa daerah bahkan kedalam bahasa Indonesia yang baku. Semua itu tanpa disadari bahwa apa yang dilakukannya merupakan bagian dari ajaran Islam.







BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Islam merupakan suatu agama yang bersumber dari Allah SWT yang ajaran-ajarannya diwahyukan kepada  Nabi Muhammad SAW , sedangkan Budaya merupakan keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang di hasilkan dari cipta, rasa dan karsa manusia.
Islam dan kebudayaan memiliki keterkaitan antara yang satu dengan yang lain. Ajaran islam memberikan aturan-aturan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT, sedangkan kebudayaan adalah realitas keberagamaan umat Islam tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa wujud nyata dari pengamalan ajaran agama islam itu mampu dilihat dari kebudayaan dan kehidupan nyata para pemeluk agama Islam tersebut.
Islam menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang yang tidak bermanfaat dan membawa madlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.











DAFTAR PUSTAKA
Al-majid, Pemahaman Islam antara rakyu dan wahyu,PT Remaja Rosdakarya,Bandung,1997
Muhaimin, Dimensi-Dimensi Studi Islam, Cet.I, Surabaya: Karya Abditama,1994
Nata Abdullah, Metodologi Studi Islam, Jakarta,PT Raja Grafindo Persadaa,2004
Tri Prasetya Joko, Ilmu Budaya Dasar,Cet 3,Jakarta: PT.Rineka Cipta,2009
Wismulyani Endar, Jejak Islam di Nusantara, Cet 1,Klaten: Cempaka Putih,2008
Anshari, Endang Saifuddin. 1980. Agama dan Kebudayaan. Surabaya: Bina Ilmu.
Ismail, Faisal. 1982. Agama dan Kebudayaan. Bandung: Alma’arif.





[1] Nata Abdullah, Metodologi Studi Islam,(Jakarta,PT Raja Grafindo Persadaa,2004) hal.62
[2] Ibid hal. 62
[3] Joko Tri Prasetya, Ilmu Budaya Dasar,Cet 3,(Jakarta: PT.Rineka Cipta,2009), hal.28
[4] Muhaimin, Dimensi-Dimensi Studi Islam, Cet.I, (Surabaya: Karya Abditama,1994), hal.307
[5] Ibid. hal.309
[6] http://ahmadzain.wordpress.com/2006/12/08/relasi-antara-islam-dan-kebudayaan/ diakses 04 Oktober 2018
[7] Ibid
[8] Al-majid,PemahamanIslam antara rakyu dan wahyu (PT Remaja Rosdakarya,Bandung,1997) hal.73