BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Manusia memiliki
kecenderungan untuk berbudaya. Manusia mempunyai akal-pikiran dan mempunyai
sistem pengetahuan yang digunakan untuk menafsirkan berbagai gejala serta
simbol-simbol agama. Pemahaman manusia sangat terbatas dan tidak mampu mencapai
hakekat dari ayat-ayat dalam kitab suci agama. Mereka hanya dapat menafsirkan
ayat-ayat suci tersebut sesuai dengan kemampuan yang ada.
Manusia diberikan kemampuan dan
kebebasan untuk berkarya, berpikir dan menciptakan suatu kebudayaan. Budaya
merupakan hasil karya manusia. Sedang agama adalah pemberian Allah untuk
kemaslahatan manusia itu sendiri. Yaitu suatu pemberian Allah kepada manusia
untuk mengarahkan dan mempunyai nilai positif dan mengangkat harkat manusia.
Manusia dituntut menggunakan pikiran
untuk mengolah alam dunia ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan
manusia.
Agama dan budaya
memiliki keeratan satu sama lain, sering kali banyak di salah artikan oleh
orang–orang yang belum memahami bagaimana menempatkan posisi Agam dan posisi
Budaya pada suatu kehidupan. Kita masih sering menyaksikan adanya
segelintir masyarakat yang mencampur adukkan nilai – nilai agama dengan nilai –
nilai budaya yang padahal kedua hal tersebut tentu saja tidak dapat seratus persen
disamakan, bahkan mungkin berlawanan. Demi terjaganya nilai – nilai agama dan
memberi pengertian serta menjelaskan hubungan antara Islam dan Kebudayaan,
disini penulis hendak mengulas mengenai agama (khususnya Islam) dan Kebudayaan
, yang tersusun berbentuk makalah dengan judul “Budaya dalam pandangan
islam”. Kami berharap apa yang diulas, nanti dapat menjadi panduan
pembaca dalam mengaplikasikan dalam kehidupan sehari hari yang berkaitan dengan
Islam dan Kebudayaan.
B.
RUMUSAN MASALAH :
1.
Apa pengertian islam dan kebudayaan ?
2.
Apa saja prinsip- prinsip kebudayaan dalam islam ?
3.
Bagaimana hubungan islam dengan kebudayaan?
C.
TUJUAN PEMBAHASAN :
1.
Untuk mengetahui pengertian islam dan kebudayaan
2.
Untuk mengetahui prinsip- prinsip kebudayaan dalam islam
3.
Untuk mengetahui hubungan islam dengan kebudayaan
.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Islam dan Kebudayaan.
Pengertian
Islam bisa kita bedah dari dua aspek, yaitu aspek kebahasaan dan aspek
peristilahan. Dari segi kebahasaan, Islam berasal dari bahasa Arab yaitu dari
kata salima yang mengandung arti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata salima
selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam
kedamaian.[1] Oleh sebab itu orang yang berserah diri, patuh,
dan taat kepada Allah swt. disebut sebagai orang Muslim.
Dari uraian tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa kata Islam dari segi kebahasaan mengandung arti patuh, tunduk,
taat, dan berserah diri kepada Allah swt. dalam upaya mencari keselamatan dan
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Hal itu dilakukan atas kesadaran dan
kemauan diri sendiri, bukan paksaan atau berpura-pura, melainkan sebagai
panggilan dari fitrah dirinya sebagai makhluk yang sejak dalam kandungan telah
menyatakan patuh dan tunduk kepada Allah.[2]
Adapun pengertian Islam menurut
istilah (Islam sebagai agama) adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan
Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad saw. sebagai Rasul. Islam
pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran dalam semua aspek kehidupan.
Berdasarkan keterangan tersebut,
Islam menurut istilah mengacu kepada agama yang bersumber pada wahyu yang
datang dari Allah SWT, bukan berasal dari manusia/Nabi Muhammad saw. Posisi
Nabi dalam agama Islam diakui sebagai orang yang ditugasi Allah untuk
menyebarkan ajaran Islam tersebut kepada umat manusia. Dalam proses penyebaran
agama Islam, nabi terlibat dalam memberi keterangan, penjelasan, uraian, dan
tata cara ibadahnya. Keterlibatan nabi ini pun berada dalam bimbingan wahyu
Allah swt.
Sedangkan kebudayaan ditinjau dari
sudut Bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari bahasa Sansakerta “Buddhayah”,
yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Pendapat lain
megatakan juga bahwa kata budaya adalah sebagai suatu perkembangan dari kata
majemuk budidaya, yang mempunyai arti “daya” dan “budi”. Karena itu mereka
membedakan antara budaya dan kebudayaan. Sedangkan budaya sendiri adalah daya
dari budi yang berupa cipta, karsa, rasa dan kebudayaan adalah hasil dari
cipta, karsa dan rasa tersebut.[3]
Definisi yang lainnya dikemukakan oleh
Koentjoreningrat, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan dari kelakuan dan hasil
kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan
belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.[4]
Endang
Saifuddin Anshari, merumuskan bahwa ‘kebudayaan (kultur) adalah hasil karya
cipta (pengolahan, pengerahan, dan pengarahan terhadap alam oleh) manusia
dengan kekuatan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan,dll) dan raganya, yang
menyatakan diri dalam berbagai kehidupan dan penghidupan manusia,sebagai
jawaban atas segala tantangan, tuntutan dan dorongan dari intra diri manusia
dan ekstra diri manusia, menuju ke arah terwujudnya kebahagian dan
kesejahteraan (spiritual dan material) manusia, baik individu maupun
masyarakat, ataupun individu dan masyarakat.[5]
Memahami
penjelasan diatas, dapat dipahami bahwa Islam merupakan suatu agama yang bersumber
dari Allah SWT yang ajaran-ajarannya diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW
, sedangkan Budaya merupakan keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan
manusia yang di hasilkan dari cipta, rasa dan karsa manusia.
B. Hubungan Islam dengan kebudayaan
Sebagian ahli kebudayaan memandang
bahwa kecenderungan untuk berbudaya merupakan dinamik ilahi. Bahkan menurut
Hegel, keseluruhan karya sadar insani yang berupa ilmu, tata hukum, tatanegara,
kesenian, dan filsafat tak lain daripada proses realisasidiri dari roh ilahi.
Sebaliknya sebagian ahli, seperti Pater Jan Bakker, dalam bukunya “Filsafat
Kebudayaan” menyatakan bahwa tidak ada hubungannya antara agama dan budaya,
karena menurutnya, bahwa agama merupakan keyakinan hidup rohaninya pemeluknya,
sebagai jawaban atas panggilan ilahi. Keyakinan ini disebut Iman, dan Iman
merupakan pemberian dari Tuhan, sedang kebudayaan merupakan karya manusia.
Sehingga keduanya tidak bisa ditemukan. Adapun menurut para ahli Antropologi,
sebagaimana yang diungkapkan oleh Drs. Heddy S. A. Putra, MA bahwa agama
merupakan salah satu unsur kebudayaan. Hal itu, karena para ahli Antropologi
mengatakan bahwa manusia mempunyai akal-pikiran dan mempunyai sistem
pengetahuan yang digunakan untuk menafsirkan berbagai gejala serta
simbol-simbol agama. Pemahaman manusia sangat terbatas dan tidak mampu mencapai
hakekat dari ayat-ayat dalam kitab suci masing- masing agama. Mereka hanya
dapat menafsirkan ayat-ayat suci tersebut sesuai dengan kemampuan yang ada.[6]
Para ahli kebudayaan
mempunyai pendapat yang berbeda di dalam memandang hubungan antara agama dan
kebudayaan.[7]
a) Kelompok pertama
menganggap bahwa Agama merupakan sumber kebudayaaan atau dengan kata lain bahwa
kebudayaan merupakan bentuk nyata dari agama itu sendiri. Pendapat ini diwakili
oleh Hegel.
b) Kelompok kedua, yang di
wakili oleh Pater Jan Bakker, menganggap bahwa kebudayaan tidak ada hubungannya
sama sekali dengan agama.
c) kelompok ketiga, yeng
menganggap bahwa agama merupakan bagian dari kebudayaan itu sendiri.
Seperti yang dijelaskan
diatas bahwa ajaran Islam pun juga mendorong manusia untuk berbudaya.
Akan tetapi sebelum Islam datang, sudah ada kebudayaan yang telah berkembang
sebelumnya. Dan tentunya kebudayaan tersebut ada yang mengandung kebaikan dan
ada yang mengandung keburukan atau kebatilan. Mengapa dikatakan begitu?
Karena pada dasarnya akal manusia mampu untuk mengenali atau mengidentifikasi
mana hal yang baik dan mana hal yang buruk.
Adat istiadat dan
tradisi ada kalanya yang dapat mewujudkan kebaikan bagi umat manusia pada
salah satu sisi kehidupan manusia, yang tidak ada nash agamanya, kecuali
pengarahan terhadap tujuan yang umum. Ketika itulah peran akal melakukan
ijtihat untuk mencari kehendak ilahi, dalam segala hal yang berkaitan dengan
kehidupan manusia. Mungkin bisa dikatakan bahwa adat istiadat atau kebudayaan
ataupun tradisi yang kebaikannya Nampak (mengandung kebaikan) adalah kehendak
Ilahi.;ia dapat dianggap sebagai hukum agama yang disandingkan dengan tatanan
agama secara menyeluruh, meliputi berbagai bidang kehidupan. Pada saat itulah
kenyataan hidup berperan dalam memahami agama berdasarkan tradisi yang baik. Ia
dianggap sebagai bagian agama ketika tidak ada nash yang berkaitan
dengannya, dan ketika tidak bertentangan dengan nash yang ada.[8]
Islam dan kebudayaan
memiliki keterkaitan antara yang satu dengan yang lain. Ajaran islam memberikan
aturan-aturan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT, sedangkan kebudayaan
adalah realitas keberagamaan umat Islam tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa
wujud nyata dari pengamalan ajaran agama islam itu mampu dilihat dari
kebudayaan dan kehidupan nyata para pemeluk agama Islam tersebut.
Kebudayaan dapat pula digunakan untuk memahami agama yang terdapat pada tataran
agama yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala di masyarakat. Pengamalan
agama yang terdapat di masyarakat tersebut adalah hasil penalaran para penganut
agama dari sumber agama yaitu wahyu. Salah satu contohnya yaitu ketika kita
membaca kitab fiqih, kitab fiqih tersebut merupakan pelaksanaan dari nash
Al-quran maupun hadist yang melibatkan penalaran dan kemampuan manusia.
Pelaksanaan fiqih dalam kehidupan sehari-hari itu berkaitan dengan kebudayaan
yang berkembang di masyarakat tempat agama tersebut berkembang. Dengan pemahaman
terhadap kebudayaan tersebut seseorang akan dapat mangamalkan ajaran agama
tersebut.
Misalnya dalam kebudayaan berpakaian, bergaul, bermasyarakat dan sebagainya.
Unsur agama ikut berinteraksi dalam kebudayaan tersebut. Pakaian model jilbab,
kebaya dapat dijimpai dalam pengamalan agama. Sebaliknya tanpa adanya unsur
budaya, maka agama akan sulit dilihat sosoknya secara jelas.
C.
Konsep Kebudayan dalam Islam
Secara umum kebudayaan dapat dipahami sebagai hasil olah akal,
budi, citarasa, karsa, dan karya manusia. Kebudayaan adalah hasil olah akal,
budi, ciptarasa, karsa dan karya manusia yang tidak lepas dari nilai-nilai
kebutuhan. Hasil olah akal, budi, rasa dan karsa yang telah terealisasi oleh
nilai-nilai kemanusiaan yang universal berkembang menjadi sebuah peradaban.
Agama berfungsi untuk membimbing manusia dalam mengembangkan akal budinya
sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab atau peradaban Islam.
Allah mengangkat seorang Rasul dari jenis manusia karena yang akan
menjadi sasaran bimbingannya adalah umat manusia. Oleh sebab itu misi Muhammad
diangkat sebagai Rasul adalah menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia dan
alam. Mengawali tugas kerasulannya, Nabi meletakan dasardasar kebudayaan Islam
yang kemudian berkembang menjadi peradaban Islam. Ketika dakwah Islam keluar
dan jazirah Arab, kemudian tersebar keseluruh dunia, maka terjadilah suatu
proses panjang dan rumit, yaitu asimilasi budaya-budaya setempat dengan
nilai-nilai Islam yang kemudian menghasilkan kebudayaan Islam. Kebudayaan ini berkembang
menjadi suatu peradaban yang diakui kebenarannya secara universal.
Banyak pandangan yang menyatakan agama merupakan bagian dari
kebudayaan, tetapi tak sedikit pula yang menyatakan kebudayaan merupakan hasil
dari agama. Hal ini seringkali membingungkan ketika kita harus meletakan agama
(Islam) dalam konteks kehidupan kita sehari-hari. Koentjaraningrat misalnya, mengartikan
kebudayaan sebagai keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakan
dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karya. Ia juga
menyatakan bahwa terdapat unsur-unsur universal yang terdapat dalam semua
kebudayaan yaitu, salah satunya adalah system religi. Pandangan di atas,
menyatakan bahwa agama merupakan bagian dari kebudayaan.
Dengan demikian, agama (menurut pendapat di atas) merupakan gagasan
dan karya manusia. Bahkan lebih jauh Koentjaraningrat menyatakan bahwa
unsur-unsur kebudayaan tersebut dapat berubah dan agama merupakan unsur yang
paling sukar untuk berubah. Ketika Islam diterjemahkan sebagai agama (religi)
berdasar pandangan diatas, maka Islam merupakan hasil dari keseluruhan gagasan
dan karya manusia. Islam pun dapat pula berubah jika bersentuhan dengan
peradaban lain dalam sejarah. Islam lahir dalam sebuah kebudayaan dan
berkembang (berubah) dalam sejarah. Islam merupakan produkkebudayaan. Islam
tidaklah datang dari langit, ia berproses dalam sejarah.
Menurut Amer Al-Roubai, Islam bukanlah hasil dari produk budaya
Akan tetapi Islam justru membangun sebuah budaya, sebuah peradaban. Peradaban
yang berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah Nabi tersebut dinamakan peradaban Islam.
D. Prinsip-
prinsip kebudayaan dalam islam
Islam, datang untuk mengatur dan membimbing
masyarakat menuju kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian
Islam tidaklah datang untuk menghancurkan budaya yang telah dianut suatu
masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam menginginkan agar umat
manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang yang tidak bermanfaat dan
membawa madlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam perlu meluruskan dan
membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju kebudayaan yang
beradab dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.
Prinsip semacam ini, sebenarnya telah menjiwai
isi Undang-undang Dasar Negara Indonesia, pasal 32, walaupun secara praktik dan
perinciannya terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat menyolok. Dalam
penjelasan UUD pasal 32, disebutkan : “ Usaha kebudayaan harus menuju ke arah
kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari
kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa
sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Idonesia “.
Dari situ,
Islam telah membagi budaya menjadi tiga macam :
1.
Kebudayaan yang
tidak bertentangan dengan Islam.
seperti ; kadar
besar kecilnya mahar dalam pernikahan, di dalam masyarakat Aceh, umpamanya,
keluarga wanita biasanya, menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas.
2.
Kebudayaan yang sebagian
unsurnya bertentangan dengan Islam.
Contoh yang paling jelas,
adalah tradisi Jahiliyah yang melakukan ibadah haji dengan cara-cara yang
bertentangan dengan ajaran Islam , seperti lafadh “ talbiyah “ yang sarat
dengan kesyirikan, thowaf di Ka’bah dengan telanjang.
3.
Kebudayaan yang
bertentangan dengan Islam.
Seperti, budaya
“ ngaben “ yang dilakukan oleh masyarakat Bali.
E.
Nilai-nilai Islam dalam Budaya Indonesia
Islam masuk ke Indonesia lengkap dengan budayanya, Karena Islam
besar dari negeri Arab, maka Islam yang amsuk ke Indonesia tidak terlepas dari
budaya Arabnya. Pada awal - awal masuknya
dakwah Islam ke Indonesia dirasakan sangat sulit membedakan mana ajaran Islam
mana budaya Arab.
Masyarakat awam menyamakan perilaku yang ditampilkan oleh orang
Arab dengan perilaku ajaran Islam. Seolah-olah apa yang dilakukan oleh orang
Arab itu semuanya mencerminkan ajaran Islam, bahkan hingga kini budaya Arab
masih melekat pada tradisi masyarakat Indonesia. Dalam perkembangan dakwah
Islam di indonesia, para da’i mendakwahkan ajaran Islam melalui bahasa budaya,
sebagaimana dilakukan oleh para wali ditanah Jawa. Karena kehebatan para wali
Allah dalam mengemas ajaran Islam dengan bahasa budaya setempat, sehingga
masyarakat tidak sadar bahwa nilai-nilai Islam telah masuk dan menjadi tradisi
dalam kehidupan sehari-hari mereka. Lebih jauh lagi bahwa nilai-nilai Islam
sudah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan mereka.
Seperti dalam upacara-upacara adat dan dalam penggunaan bahasa sehari-hari.
Bahasa Al qur’an/Arab sudah banyak masuk ke dalam bahasa daerah bahkan kedalam
bahasa Indonesia yang baku. Semua itu tanpa disadari bahwa apa yang
dilakukannya merupakan bagian dari ajaran Islam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam merupakan suatu agama yang bersumber dari Allah SWT
yang ajaran-ajarannya diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW , sedangkan
Budaya merupakan keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang di
hasilkan dari cipta, rasa dan karsa manusia.
Islam dan kebudayaan
memiliki keterkaitan antara yang satu dengan yang lain. Ajaran islam memberikan
aturan-aturan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT, sedangkan kebudayaan
adalah realitas keberagamaan umat Islam tersebut. Sehingga dapat dikatakan
bahwa wujud nyata dari pengamalan ajaran agama islam itu mampu dilihat dari
kebudayaan dan kehidupan nyata para pemeluk agama Islam tersebut.
Islam
menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang yang
tidak bermanfaat dan membawa madlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam
perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju
kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-majid, Pemahaman Islam antara rakyu
dan wahyu,PT Remaja Rosdakarya,Bandung,1997
Muhaimin, Dimensi-Dimensi Studi Islam,
Cet.I, Surabaya: Karya Abditama,1994
Nata Abdullah, Metodologi Studi Islam, Jakarta,PT Raja Grafindo
Persadaa,2004
Tri Prasetya Joko, Ilmu Budaya Dasar,Cet
3,Jakarta: PT.Rineka Cipta,2009
Wismulyani Endar, Jejak Islam di
Nusantara, Cet 1,Klaten: Cempaka Putih,2008
Anshari, Endang Saifuddin. 1980. Agama dan Kebudayaan. Surabaya:
Bina Ilmu.
Ismail, Faisal. 1982. Agama dan Kebudayaan. Bandung:
Alma’arif.
[1]
Nata Abdullah, Metodologi Studi Islam,(Jakarta,PT Raja Grafindo Persadaa,2004)
hal.62
[2]
Ibid hal. 62
[3]
Joko Tri Prasetya, Ilmu Budaya Dasar,Cet 3,(Jakarta: PT.Rineka
Cipta,2009), hal.28
[5] Ibid. hal.309
[6] http://ahmadzain.wordpress.com/2006/12/08/relasi-antara-islam-dan-kebudayaan/
diakses 04 Oktober 2018
[8] Al-majid,PemahamanIslam antara rakyu
dan wahyu (PT Remaja Rosdakarya,Bandung,1997) hal.73